Kali ini aku mau bahas tentang satu sifat manusia yang paling super duper aku benci. sifat ini aku pikir pasti ada disetiap diri manusia, tapi bedanya ada manusia yang bisa menahannya dan ada manusia yang mengikutinya. aku gatau apa nama tepatnya menurut kamus besar bahasa Indonesia. but i call it "pewarta berita". Nama ini sama sekali bukan mau me-negatifkan para pembaca berita di tv, tapi sebutan dari aku pribadi untuk orang-orang yang hobinya menceritakan
sebuah berita tentang orang lain even itu ga ada sangkutan sama sekali dengan dirinya sendiri dan berita yang disampaikannya itu sebagian besar negatif, atau disampaikan dengan logat negatif. Pokoknya kesan nya itu negatif lah.
sebuah berita tentang orang lain even itu ga ada sangkutan sama sekali dengan dirinya sendiri dan berita yang disampaikannya itu sebagian besar negatif, atau disampaikan dengan logat negatif. Pokoknya kesan nya itu negatif lah.
Belum lama ini
aku menerima oleh-oleh dari seorang pewarta berita, yaitu satu slice episode
pendewasaan. Pahit, untuk seseorang yang lebih menyalahkan diri dari pada menuntut
hak asasinya, tapi apa yang terjadi terjadi lah, toh ini semua dalam rangka
pembelajaran dan pembenahan diri untuk menjadi seorang yang lebih dewasa dan
handal kan?
Berawal dari
usaha pengungkapan kekesalan. Yaa namanya juga manusia, butuh sebuah wadah
untuk meluapkan apa yang dirasa, salahnya wadah yang digunakan tak dilihat
babat bibit bobot bebetnya. Rumit kalau aku pikir, tapi ini merupakan hal yang
sangat penting. Wadah itu harus steril dari sifat pewarta berita, kalau pun ada
mungkin harus dibawah 25% kadar terkontaminasinya. Aku tau ini kesalahan paling
crucial, dan benar saja apa yang aku
ungkapkan di wartakan kembali pada orang lain. Big applause.
Aku membuat
sebuah dongeng pendek untuk mengilustrasikannya, mungkin dongeng ini nantinya
akan ku ceritakan pada buah hati ku kelak. Satu tujuannya, menyamakan visi
bahwa sifat pewarta itu tidak baik. Ibumu membenci hal itu nak.
Nibo Si Pewarta
Berita
Hiduplah seekor cicak yang
periang bernama Nibo. Dia senang sekali melekat pada pohon atau plafond rumah untuk menunggu makanannya
berupa nyamuk atau serangga kecil lainnya. Karena warna kulitnya hampir sama
dengan batang pohon, ia seringkali tak terlihat dan bisa menyelinap keseluruh
penjuru pohon tanpa takut kehadirannya diketahui.
Ketika menunggu makanannya
lewat, ia seringkali mendengarkan pembicaraan binatang lainnya di bawah pohon
dan keesokan harinya ia bicarakan lagi dengan cicak-cicak lain.
Malam itu Jena, tupai yang selalu
terbuka dengan teman-temannya bercerita tentang Pumi. Pumi adalah seekor kucing
yang sedikit kesal dengan temannya, Kiko. Tiga hari yang lalu Pumi bercerita
kepada Jena bahwa ia merasa sakit hati pada temannya, Kiko seekor katak hijau. Pumi
merasa ia dijauhi Kiko karena Kiko lebih senang berteman dengan binatang lain.
Karena asik bercerita, Jena dan binatang yang berkumpul di bawah pohon tersebut
tak menyadari jika pembicaraanya sedang di kuping oleh Nibo.
Keeseokan harinya, seperti biasa
Nibo pergi ke sebuah kedai kopi dimana ia selalu berkumpul dengan gengnya. Kebetulan
disitu ada Kiko sedang duduk sendiri, karena teman-temannya Nibo belum datang
ia pun duduk di sebelah Kiko. Awalnya, mereka hanya membicarakan hal-hal yang
umum namun lama kelamaan Nibo mulai berbicara tentang apa yang ia dengar tadi
malam.
Nibo :“Kamu lagi ada masalah sama Pumi ya, ko?” Nibo mulai bertanya.
Kiko :“Masalah apa ya? Kita baik-baik aja.”
Jawab Kiko bingung
Nibo :”Ga, aku denger aja katanya kamu lebih
seneng temenan sama binatang lain dari pada sama si Pumi. Jadinya dia kesel dan
ngomongin kamu sama Jena.”
Kiko :”Ah yang bener kamu, dia ga keliatan
marah ko biasa aja.”
Nibo :”Ya gatau juga sih, aku cuma denger itu
aja.”
Mendengar cerita tersebut, Kiko
mulai kesal. Dia pikir, kenapa Pumi lebih memilih berbicara hal ini kepada
orang lain bukannya langsung berbicara kepada dirinya. Dia pikir Pumi adalah
anak baik, tapi kenapa Pumi tega membicarakan dirinya dibelakang.
Saking kesalnya, Kiko menemui
Pumi hari itu juga. Ia bilang kesal terhadap apa yang telah Pumi lakukan karena
hal itu telah mencemarkan nama baiknya.
Pumi kaget,
kenapa Kiko marah seperti ini. Dengan jantung yang semakin berdebar ia berusaha
mendengarkan apa yang disampaikan Kiko. Ini tentang apa yang Pumi bicarakan
pada jena tempo hari. Kenapa Kiko bisa tau? Apa karena jena yang bilang? Pikiran
Pumi benar-benar kacau, padahal ia sudah bisa memahami sifat Kiko yang sudah
membuat Pumi kesal, tapi kenapa ini malah menjadi masalah yang lebih besar.
Mau tak mau, Pumi
harus meminta maaf. Bagaimana pun memang Pumi yang salah tidak langsung
membicarakan kekesalannya pada Kiko. Dengan mengenyampingkan hak asasinya, Pumi
meminta maaf dan ia pun menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Untunglah Kiko
dan Pumi sama-sama anak baik yang mau menerima kritikan jadi keduanya mudah
berbaikan. Namun Pumi jadi terus menyalahkan dirinya sendiri. Ia menjadi anak
yang sulit percaya pada orang lain. Hubungan pertemanan Pumi dengan Jena pun
menjadi renggang dan tidak sehangat dulu lagi.
Jika saja Nibo
tak bercerita tentang apa yang ia dengar. Hal ini mungkin saja tak akan
terjadi, dan semuanya akan berjalan seperti biasa.
Namanya juga
hidup, kadang dalam setiap perputarannya menyediakan kejutan, entah itu
kebahagiaan atau kesedihan. Tugas kita hanya menjadikannya sebagai sebuah
pelajaran untuk kita menjalani hidup dihari-hari selanjutnya.
0 comments:
Post a Comment