Menunggu datangnya madu, dan.. cukup madu saja, ya cukup madu"
Hujan turun lagi malam ini. Turun mendamaikan bumi entah karena sedih atau merindu. Diluar ekspektasiku, hujan selalu menjadi kisah seru untuk aku, kamu dan madu. seperti malam itu, tertawa saat menonton sebuah reality show kocak favoritmu. Badanmu tertarik kebelakang, terdorong oleh tenaga dari gelak tawamu, sangat lepas. Manis sekali. Aku rasa teh manis hangat yang ku reguk dari tadi terasa hambar, karena manisnya kalah oleh tawamu yang terpingkal-pingkal. Sesekali kamu meneguk madu itu, kemudian tertawa lagi.
Sudah puluhan kali kita melewati scene ini. Berdua dikamar kosku, duduk menghadap layar laptop, memutar video yang baru kamu unduh, satu episode reality show kocak berisikan tujuh orang yang senang berlarian. Aku dengan teh manis hangatku, kamu dengan satu jar madu dan air hangatmu yang cepat sekali mendingin tertiup angin dari pintu yang terbuka. Sesekali kamu manuang madumu, meneguknya, kemudian tertawa lagi.
Hujan seperti ini, akan membuatu menjadi egois. Beralibi tak terdengar karena hujan, kamu akan memakai earphone miliku, tanpa mengajak ku untuk bersama-sama menikmatinya. Namun kamu tau? Aku tak keberatan. Aku lebih senang seperti itu, memperhatikanmu tertawa sambil berpura-pura membaca beberapa jurnal.
Madu, cairan manis, seperti sirup namun lebih kental. Dibuat secara ajaib oleh serangga berekor sengat. Menjadi penguat, menjadi obat. Seperti kamu. Pengenguat hatiku, obat duka ku. Meskipun kamu sama sekali tak tau.
Matamu berbinar-binar dan kemudian mulai bercerita dengan gamblang tentang apa yang kamu alami tadi siang. Satu buket mawar merah yang kamu genggam erat, serasa menusuk ginjal dan seluruh organ dalamku seketika. Merahnya pipimu saat bercerita seperti membakar saluran darah sekujur tubuhku sama rata. Kamu telah melabuhkan hatimu pada satu dermaga.
Duduk sendiri di depan layar laptop. Menunduk dan sesekali mengaduk teh hangat yang mendingin ditiup angin dari pintu yang terbuka. Aku tak menyalahkan keputusan mu melabuhkan hati pada dermaga lain. Juga tak menyalahkan keterlamabatan ku memepresilahkan mu berlabuh di dermagaku.
Aku hanya ingin memperatanyakan mengapa hujan turun tanpa kamu, tanpa madu.
0 comments:
Post a Comment