A-m-a-l-y-a.
entah dia menganggapku apa, namun aku menganggapnya manusia ajaib yang pantas
dirindukan. Dulu dia adalah sebatang manusia tempat aku menaruh harap saat
ujian, melimpahkan cerita konyol tentang kecap, dan manusia paling tepat untuk
diajak jajan-jajan hemat.
Kurang lebih
sembilan tahun yang lalu, manusia aneh ini menghabiskan jatah makan siangnya
dengan lahap. Mungkin kelaparan. Ah, aku
tak terlalu paham perbedaannya.
Kerudung blus
kedodoran, muka pucat keringatan, mulut sibuk penuh makanan, dan kerupuk naas
yang tertancap di ujung sendok yang untungnya tak karatan. Aku yakin dia lupa,
namun hari itu adalah pertamakali aku melihatnya.
Be-da. Ya,
aku dan dia punya sifat dan jalan pikiran yang berbeda. Aku si jaim yang sok –sok
alim dan dia si easy going yang bebas
dan menyenangkan. Satu yang sekiranya sama. Kita berdua suka seni rupa dan kata.
Menurutku
dia itu alien. Entah dari planet mana, yang pasti gara-gara ke-alien-nan nya
itu banyak sekali lelaki yang mampir dihidupnya. Arif, agri, bintang, eki, a
abi, dan masih banyak lagi yang aku tak kenal. Jujur kadang aku iri dengan
alien satu ini. Aku butuh beberapa tahun untuk mendapatkan kekasih. Dia? Dua, tiga
minggu sudah ada ikan yang terjerat. Doaku, semoga pencarian itu tak berakhir
sia-sia yah. Kasian hatimu, mungkin sudah bosan dengan akhir yang selalu
terluka (sok tau).
Bukan cuma
karena ke-alien-nan nya yang bikin dia manis tapi rasa kesetiakawanan nya juga.
Sampai saat ini cuma ada satu alien yang paling setia yang pernah aku temui. Dia
itu semacam pundak yang bakal selalu ada jika kepala kita butuh sandaran,
semacam emak-emak yang maju duluan
jika anaknya tersakiti (inget kejadian kecap dan teh alpin? Gue salut abis mal)
dan semacam dinamo yang bisa kasih energi buat ngedorong temen-temen
disekitarnya untuk melakukan hal yang lebih baik.
Aku selalu terciprati
kesetiaan itu, tapi dia? Seingatku, aku manusia paling egois yang pernah ada. Banyak
menerima tapi jarang sekali memberi. Menyedihkan ya ternyata.
Kupingku selalu
tidak ada ditempatnya saat dia berkeluh kesah, mulutku selalu tak bergerak saat
dia butuh masukan. Ah sial, kenapa aku yang harus memerankan ini?
Puncaknya, Jumat itu. Aku masih
ngantuk. habis berkelahi kata dengan lelaki yang akhirnya menjadi pacar pertama.
Tak ada firasat apapun, tiba—tiba motor beat
yang aku kendarai menghantam aspal setelah bersenggolan dengan kendaraan
lain yang ironisnya milik seorang polisi. Hebat.
Alien yang mirip sebatang manusia itu,
tergeletak begitu saja di pinggir jalan. Aku pikir itu hari terakhir aku
melihatnya. Dan bila itu terjadi, aku tak akan pernah berada di kamar kos sembari duduk mengetikan cerita cupu ini. Karena, mungkin aku selamanya akan
ada di panti rehabilitasi.
Ada yang harus dia tau, bahwa dari
detik itu sampai sekarang aku tak pernah mampu megalahkan rasa bersalahku. Mereka
terlalu melekat dalam kepala hingga homoniculus-ku
terbiasa dengan kata “aku yang salah.. aku yang salah..” tapi biarlah itu jadi
palang peringatan buat alam bawah sadarku. Khusus dan spesial.
Ada satu
kaliamat yang pernah dia lontarkan padaku “Kamu ga akan bisa gaul sama anak negeri”.
Jujur saat itu aku sama sekali ga percaya . Aku pikir aku baik. Bagaimana tidak,
aku lihai dalam menghindari masalah. Ternyata beberapa tahun kemudian aku
benar-benar merasakannya. Aku kesulitan memahami sifat-sifat garang anak
negeri. Eh tapi ga usah khawatir, si jaim ini punya banyak akal buat nutupin
kekurangannya itu dan juga masih punya satu kantong penuh keberuntungan (Insya
Allah-nanti aku bagi ya).
Ini hal
tercupu yang pernah aku lakukan, tapi insya Allah setelah karangan naif ini
selesai ada satu kelegaan yang menghangatkan.
Karangan naif
nan cupu ini mungkin cukup untuk menghantarkan sejuta maaf yang selama ini
hanya mampu melewati tenggorokan tanpa berhasil menembus lapisan lidah dan
bibir (yaelah).
Maaf buat
semua kebodohan yang telah aku buat ya.
Satu lagi yang harus dia tau. Hey
alien gila! aku selalu terlalu gengsi buat bilang ini “temenan sama kamu tuh semacam gift dari Allah buat aku”.
HAPPY
22
CEPET
LULUS
CEPET
NIKAH
0 comments:
Post a Comment