Kaki renta dengan sulaman mata ikan mengganjal setiap langkah, berkeliling mencari padi namun sayang, hanya rumput liar yang menjumpai. Punduknya sudah lelah, kaku dan membeku memanggul sapu-sapu buatan tangan istrinya yang bermata sendu. Setiap langkah ia teringat akan tujuh mata sayu yang menunggunya di gubuk reot samping pohon perdu.
Tiga tahun lalu, saat bulir hujan menggeranyangi tulang-tulang bapak berumur 42 tahun ini. Tangis bayi mulai berorkestra dengan halilintar malam. Istrinya lemah lunglai, senang bercampur duka. Anak ketiga mereka lahir dengan tak sempurna. Anak perempuan satu-satunya yang diharapkan cantik jelita agar dapat dipinang pria pemilik istana, dikaruniai mata bulat ber-iris hitam, berbulu mata lentik tebal. Sayang, keindahan itu hanya ada disatu sisi. Satunya lagi hanya segurat tipis belahan kulit bertahta rambut halus yang sepertinya bulu mata.
Berjumpa dengan hidup seperti ini bukan doa yang ia panjatkan setiap hari diatas kain lusuh berwarna entah biru atau abu. Berteman dengan pemandangan ini bukan khayalan yang ia angankan sejak dipangkuan ibunda, yang meninggal seketika disebuah sore jingga yang merona menyusul ayahanda yang sudah berpulang sebelumnya. Ini takdir, ini suratan Tuhan, mungkin satu langkah penyelamatan.
Kadang, saat matahari memelototi kepalanya, saat jalan menjelma paku-paku karatan, saat sesuap nasi panas menjadi khayalan, ia bertanya kemana Tuhan? masihkah Tuhan melihat, menyimak dan bergumam pada malaikat untuk menurunkan sekantong rezeki hari ini. Namun, ia tak mau berkelahi dengan kepalanya sendiri. Ia yakin rezeki sudah ada, tinggal bagaimana cara ia menjemputnya.
Ia yakin, saat semuanya berjalan. Tuhan Ada, Tuhan melihat dan sungguh Tuhan sudah mengetahui. Ketika kita mulai mundur dan berputus harap. Tuhan membuka jalan, menunjukan bahwa kita harus melangkah lagi dan lagi sampai kita menemukan kebahagiaan. Setidaknya sampai kita tahu bahwa matahari akan terus berputar menyingkirkan malam, kemudian menenggelamkan dirinya untuk mempertontonkan kuasa Tuhan yang lain. Kegelapan malam, berserta bulan juga bintang untuk menemani kita bermimpi dan melafalkan doa di sepertiga malam yang dirahmati-Nya.
Tidak ada yang sempurna, begitupula dengan ketidak kemelaratan. Semuanya adalah indah, tergantung bagaimana kita melihat dan mensyukurinya.
0 comments:
Post a Comment